Oleh sebab itu, sebagai pemimpin yang diberi amanah sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan merasa perlu ada dana tambahan untuk memenuhi berbagai kebutuhan itu.
Tercetuslah ide Anies untuk menagih utang dan dana bagi hasil kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan sebagai bendahara negara.
Fantastis! Dana piutang milik Pemprov DKI yang yang harusnya bisa dicairkan Kementerian Keuangan adalah sebesar Rp5,1 triliun.
Hal tersebut disampaikan Anies kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat melakukan rapat virtual, Kamis (2/4) lalu.
"Kita membutuhkan kepastian dana bagi hasil. Ketika ratas kami sampaikan ada dana bagi hasil yang sesungguhnya perlu segera dieksekusi, Pak. Karena itu akan membantu sekali. Ini tagihan tahun lalu jadi piutang ke Kemenkeu," kata Gubernur Anies pada Wapres.
Selain piutang tersebut, Gubernur juga menyebutkan ada dana bagi hasil DKI pada kuartal ke II sebesar Rp2,4 triliun. Seperti halnya dana piutang, Ia juga meminta Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani itu segera mencairkan dana bagi hasil.
Semestinya Kemenkeu langsung mencairkan dana tersebut agar banyak menolong masyarakat di masa pandemi seperti sekarang. Situasi krisis darurat jangan disamakan dengan prosedural keadaan normal, rakyat bisa mati kelaparan. Namun ada saja alasannya.
Direktur Dana Transfer Umum Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Adriyanto menyebut utang itu berasal dari sisa anggaran Dana Bagi Hasil 2019 akan diaudit oleh BPK terlebih dahulu.
"Untuk pembayarannya masih menunggu hasil audit BPK dulu. Penganggarannya memang tahun ini," ungkap Adriyanto. Selasa (3/4).
Tapi dana tersebut juga masih akan dicicil, tidak langsung dibayarkan penuh.
"Teknisnya menunggu audit dulu dari BPK, tapi sekarang urgent maka kami putuskan bayar dulu 50 persen," ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam video conference, Jumat (17/4).
Lalu dengan skenario tarik ulur pembayaran piutang dan dana bagi hasil ke DKI, Sri Mulyani malah berseloroh bahwa DKI tidak mempunyai dana bantuan sosial.
"Ternyata DKI yang tadinya cover 1,1 juta warganya mereka tidak punya anggaran dan minta pemerintah pusat yang covering terhadap 1,1 juta warga," seloroh Sri Mulyani.
Ini benar-benar sesat logika. Sejak awal DKI sudah menganggarkan dana bantuan sosial untuk warga terdampak Covid-19, dan dalam situasi darurat ini meminta uang yang menjadi hak Pemprov segera dicairkan untuk membantu masyarakat, malah diputar kata-katanya oleh mereka bahwa DKI tidak punya anggaran bansos.
Pernyataan menyesatkan itu bisa menjadi opini liar dan membentuk anggapan bahwa Gubernur Anies Baswedan tidak siap dengan pandemi, padahal seperti diketahui, masyarakat, dan lembaga penelitian menobatkan Anies sebagai pemimpin daerah paling tanggap menangani wabah Corona.
Jauh sebelum ini, bahkan Gubernur Anies telah menggelontorkan dana Rp 3 Triliun untuk penanganan Covid-19.
"Jadi, per hari ini ada Rp1,03 triliun, lalu ditambah Rp2 triliun sampai dengan bulan Mei, jadi sudah ada Rp3 triliun yang kita alokasikan untuk penanganan Covid," kata Gubernur Anies pada Wapres dalam rapat teleconference (2/4) lalu.
Sudah saatnya stop kegaduhan ini, pejabat yang seharusnya bisa membuat suasana adem jangan terus mencari sensasi dengan mencerca tokoh kecintaan rakyat Indonesia seperti Anies Baswedan.
Inilah waktunya kita bahu-membahu, bergandengan tangan, saling meringankan beban. Kerena sejatinya bukan DKI tidak punya dana bansos, tapi bayar dulu utangnya, Bu!
Burhanudin Mukhtar, Netizen.
Facebook Conversations