Betapa terkejutnya sang anak melihat Ibu ikut main. Sementara sang Ibu marah saat tahu anaknya juga ikutan main. Tapi nasi sudah menjadi nasi goreng. Ehh. Gak bisa balik lagi. Dua-duanya akhirnya ikutan.
Ada sesi dimana Ibu kecewa. Saat putranya gak nurutin ibunya. Si ibu minta anaknya pencet tombol merah, anaknya malah pencet tombol biru. Tapi setelah itu sang putra minta maaf. Dan begitulah Ibu, pintu maafnya selalu terbuka. Meski Ibu telah terluka hatinya. Meski ibu telah banyak menangis karena tingkah anaknya. Maafnya selalu ada. Ibu, terbuat dari apa hatimu?
Ada juga sesi saat Ibu harus berkorban di permainan ketiga. Dia biarkan anaknya bersama yang lain demi anaknya selamat. Karena yang dibutuhkan hanya tiga orang. Kalau sama ibunya jadi empat. Kalau lebih, semuanya dibunuh. Maka sang Ibu berkata, "Silahkan nak kamu bersama mereka. Biar ibu cari teman lain,"
Ibu akan sentiasa ada untuk anaknya. Ibu akan selalu melakukan apapun untuk kebahagiaan anaknya. Pengorbanannya bukan hanya saat melahirkan dan membesarkan. Tapi seumur hidup anaknya.
Aku ingat ibuku. Meski udah nikah, ibu masih diam-diam kasih aku duit. Dia belikan banyak baju untuk istriku. Dibelikannya kami lemari. Bahkan dibelikannya aku motor second. Padahal bukan kewajibannya. Begitulah Ibu.