Sepuluh tahun terakhir, nilai Rapor, juga ijazah anak-anak Indoensia begitu luar biasa. Nilai 100, 95, 90, 85, 80 selalu berderet di Rapor mereka.
Sangat jarang nilai 75, 70, apalagi 60. Bisaj jadi 60 dan 70 itu sudah dianggap nilai merah.
Begitu bangganya orangtua mereka melihat nilai-nilai tersebut. Boleh saja anaknya ranking 44 dari 45 siswa di kelasnya, tetapi dengan nilai rata-rata 85, orang tua tentu bisa menerima.
Tak hanya, anak-anak sekolah, mahasiswa sekarang juga begitu hebat. IPK 3,0 biasanya disandang mahasiswa terbodoh. Mahasiswa dengan IPK dengan rasio 3,5 - 4.0 itu justru dianggap biasa. Andai diizinkan, akan banyak mahasiswa mendapat IPK 4,44 sangkin pinternya.
Bayangkan saja, selama 8 semester kuliah, para mahasiswa itu tak pernah mendapat nilai selain A (rasio 91-100). Sungguh sempurna!
Begitu pintar kah anak-anak jaman ini? Atau, jangan-jangan indikator penilaian yang berubah/menurun?
Bagaimana sekolah/universitas mempertanggung jawabkan nilai rata-rata 100 atau IPK 4.0 kepada siswa/mahasiswa yang justru kesulitan di tempat kerja dan terlihat bodoh ditengah masyarakat?
Saya sering iseng bertanya kepada siswa atau mahasiswa tentang matakuliah yang dia pelajari satu semester sebelumnya. Rata-rata mereka sudah lupa, bahkan seakan tak pernah mempelajarinya.
Apakah para orangtua harus merasa bangga atau justru bingung melihat anaknya yang hanya bermain game di rumah tapi Rapornya selalu rata-rata 100?
Apakah orangtua harus bangga dengan anaknya yang mendapatkan IPK 4.0 saat lulus sarjana, padahal setiap malam ia hanya nongkrong di lapo tuak atau cafe?
Betapa mulianya sistem pendidikan kita saat ini. Anggapan bahwa "sesungguhnya tidak ada orang bodoh" benar-benar terbukti.
Tentu apabila tolok ukurnya adalah nilai rapor atau IPK peserta didik.
Saya "sangat kagum" dengan sistem pendidikan kita saat ini.
(Lusius Sinurat)